Senin, 21 Desember 2009

Usia 111 tahun masih bisa menghasilkan 11 anak, kamu?

Usianya sudah mencapai 111 tahun merupakan suatu usia yang sangat panjang,tetapi dalam bidang reproduksi dia masih sangat tangguh,bayangkan Henry dalam usia 111 tahun masih mampu menghamili dan memiliki anak 11,tapi jangan heran dulu yang namanya henry adalah Tuatara jantan yang merupakan kadal khas selandia baru yang mampu hidup sampai usia 250 tahun.


Tuatara merupakan reptil yang istimewa karena tidak masuk dalam cabang keturunan kadal meski bentuknya mirip. Spesies ini juga dikenal dengan “fosil hidup” karena telah muncul sejak zaman dinosaurus 225 juta tahun lalu.

Saat mulai dipelihara di Southland Museum and Art Gallery, Selandia Baru, Henry setidaknya berusia 70 tahun. Ia sangat agresif dan menyerang tuatara lainnya, bahkan termasuk lawan jenisnya. Hal tersebut diperkirakan karena Henry menderita tumor di alat kelaminnya.

“Saya berpendapat ia masih punya kesempatan untuk berkembang biak,” ujar Lindsay Hazler, kurator tuatara di museum tersebut. Hazler kemudian mengoperasi tumor di alat kelamin Henry.

Benar perkiraan Hazler karena Henry tak lagi menyerang begitu tumor hilang. Bahkan, Maret tahun lalu, tuatara jantan itu terlihat berasyik masyuk dengan lawan jenisnya. Perkawinan tersebut menghasilkan 11 anak yang lahir Senin (26/1).sumber Kompas

artikel ini di ambil dari
http://pandjiwinoto.co.cc/2009/05/henry-diusia-111-tahun-masih-produktif-menghasilkan-11-anak/

Kulit kita ternyata bisa mendengar

Selama ini kita hanya tau bahwa alat pendengaran kita adalah telinga selain telinga gak ada lagi dari indra kita yang dapat mendengar, ternyata penelitian-penelitian dan penemuan baru-baru ini membuktikan bahwa Maha sempurnanya Pencipta manusia dengan segala kesempurnaannya, menurut penelitian dari pakar terbaru, kita ternyata juga bisa mendengarkan lewat kulit. Berdasarkan percobaan bersama para sukarelawan yang mendengarkan suku-suku kata tertentu, sementara udara diembuskan pada kulit mereka, terbukti bahwa otak manusia menerima dan menyatukan informasi dari berbagai indra untuk membentuk gambaran daerah sekitar.

Disandingkan dengan penelitian-penelitian baru lainnya, penemuan ini menyentil pandangan tradisional tentang cara kita mengamati sekeliling kita.

“Penemuan ini jauh berbeda dari pendapat-pendapat tradisional yang mengatakan bahwa karena kita punya mata maka kita pikir kita melihat informasi visual, dan karena punya telinga maka kita mendengar informasi audio. Pendapat ini agak menyesatkan,” kata peneliti Bryan Gick dari Universitas British Columbia, Vancouver.

“Penjelasan yang lebih tepat adalah karena kita punya otak maka kita bisa mengamati, bukan karena kita punya mata dan telinga untuk melihat dan mendengar.”
Dengan kemampuan seperti ini, Gick memandang manusia sebagai “alat pengamat dengan seluruh tubuh”.
Penelitian ini, yang dibiayai oleh Natural Sciences, Dewan Ilmu Teknik Kanada dan Institut Nasional Kesehatan (Kanada), dijabarkan dalam jurnal Nature edisi 26 November.

Cara pengamatan kita

Hasil kerja Gick berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya menyatakan bahwa kita bisa melihat suara dan mendengar cahaya, walaupun kita tak menyadarinya. Menurut Gick, penelitian lainnya juga menunjukkan bahwa, bila kita mengamati bibir orang lain bergerak dan kita menyangka orang itu berbicara, maka daerah pendengaran otak kita menjadi aktif.

Para ilmuwan menjelaskan kemampuan pengindraan seperti itu sebagai hasil dari pengalaman. Karena kita sering melihat dan mendengar orang berbicara, selayaknya kita belajar menyatukan yang terlihat dengan yang terdengar.

Penjelasan alternatifnya ialah adanya suatu kemampuan tersembunyi. Maka dari itu, Gick dan koleganya, Donald Derrick, yang juga dari Universitas British Columbia, mempelajari dua indra yang biasanya tidak disandingkan, yaitu pendengaran dan peraba, untuk melihat dasar dari persepsi.

Bagaimana kulit mendengar

Tim penelitian melakukan fokus pada suara-suara yang mengeluarkan embusan napas ketika diucapkan, seperti “pa” dan “ta”, dan juga suara-suara tanpa embusan, seperti “ba” dan “da”.

Para partisipan yang matanya ditutup mendengarkan suara pria yang mengucapkan keempat suku kata itu dan harus menekan tombol untuk menjawab, apakah suara yang mereka dengar itu “pa”, “ta”, “ba”, atau “da”. Para partisipan terbagi dalam tiga kelompok, masing-masing 22 orang. Grup pertama mendengarkan semua suku kata itu sementara udara diembuskan ke tangan mereka. Grup kedua dengan hembusan ke leher. Adapun grup ketiga tanpa embusan sama sekali.

Sekitar 10 persen dari total kejadian adalah, ketika udara diembuskan ke kulit, para partisipan salah menebak suku kata yang mestinya tidak berembusan sebagai yang berembusan. Jadi, ketika “ba” diucapkan, partisipan yang menerima embusan udara mengira mereka mendengar “pa”. Grup pengendali tidak menunjukkan terjadinya salah tangkap seperti itu.

Penelitian lanjutan, saat para partisipan disentuh kulitnya, bukan diembuskan udara, menunjukkan bahwa tak terjadi kesalahan antara suara yang memiliki embusan atau tidak.

Selanjutnya, Gick sedang bekerja dengan sejumlah ilmuwan dari Universitas California, San Fransisco, untuk menemukan bagaimana otak bisa menyatukan berbagai indra.

artikel ini di ambil dari
http://pandjiwinoto.co.cc/2009/12/kulit-kita-ternyata-dapat-mendengar/